Minggu, 20 Oktober 2013

Waspada Kerang Hijau dari Teluk Jakarta

TEMPO.CO, Jakarta - Syafruddin menarik jaring ke atas kapal kayunya yang berhenti sekitar 3
kilometer dari bibir pantai Muara Baru di Teluk Jakarta, Jumat pagi pada awal Oktober.
Di antara aneka sampah yang tersangkut pada jaringnya itu, Syafruddin memanen kerang
hijau.Sebanyak empat karung penuh berisi kerang hijau berhasil disisihkan dan dibawanya mendarat pada hari itu. "Lumayan. Cuaca cerah bisa dapat banyak," kata dia sekembalinya di
dermaga.Syafruddin tidak sendiri. Ada beberapa nelayan kerang hijau lainnya juga melaut pada pagi itu.

Setidaknya ada tiga hingga empat kapal berangkat dari dermaga yang sama dekat
tempat pembuangan sampah itu. "Apalagi jika ada pesanan dari pedagang di pelelangan atau
konsumen secara langsung, kerang lebih menguntungkan daripada menangkap ikan,” ujar
Syafruddin lagi.Syafruddin biasa menjual kerang hijaunya seharga Rp 4.000 per kilogram. Jenis kerang darah dan kerang madu bahkan laku dijual seharga Rp 11 ribu per kilogram.

Di tangan para pedagang, harganya jelas bisa lebih tinggi lagi. Kerang hijau, menurut Dani,
pedagang di Tempat Pelelangan Ikan Muara Angke, biasa diserap oleh pengusaha warung-warung makan. »Tdak jarang juga para pembelivdatang berombongan dan membeli sampai 10 kilogram untuk pesta dan makan besar,” ujar dia.

Larisnya kerang hijau tangkapan dari Teluk Jakarta itu membuat Kepala Seksi Perikanan dan
Kelautan Suku Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara, Sri Haryati, prihatin.
Dia menyatakan kalori tinggi kerang hijau hanya berlaku untuk kerang yang berasal dari perairan
yang tak tercemar. Dia memastikan jenis kerang maupun ikan yang hidup di perairan Teluk Jakarta tak aman dikonsumsi. »Kerang dan ikan itu sudah terkontaminasi limbah industri dan logam
berat, seperti merkuri, kadmium, dan seng,” kata dia.

Selain limbah industri, perairan Teluk Jakarta,dikatakannya, semakin tercemar dengan adanya
limbah rumah tangga yang tidak tersaring di rumah pompa air. Juga, dia menambahkan, ada
pula pencemaran dari sisa-sisa kapal bekas yang langsung dibuang ke laut. Kebanyakan berupa besi-besi bangkai kapal. »Mestinya itu semua sudah bisa terlihat dengan mata telanjang sekalipun,” kata Sri.
Peneliti Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Kasim Moosa,mengatakan kandungan logam berat di perairan

Teluk Jakarta mencapai 1,8-2 ppm. Tingkat pencemaran itu sangat parah jika menilik batas
maksimum yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup tentang baku mutu air laut.
Di situ disebutkan bahwa batas maksimum logam berat di wilayah biota laut, pelabuhan,dan wisata bahari masing-masing tak boleh melewati 0,01; 0,03; dan 0,02 ppm. »Tidak hanya kerang, semua jenis ikan jadi tidak aman dikonsumsi,” kata dia.

Menurut Kasim, beragam jenis kerang bisa dipanen dari Teluk Jakarta karena memang
spesies bernama Latin Perna veridis itu memiliki kemampuan untuk menyaring seluruh
kandungan zat berbahaya pada cangkangnya. Hewan ini mampu hidup meski mengakumulasi logam berat sekalipun. »Itu sebabnya, buat peneliti, kerang bermanfaat sebagai bioindikator pencemaran di perairan,” kata dia.

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar