Sabtu, 21 Desember 2013

Jawara : Korupsi Di Banten Masih Primitif



TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad mengungkapkan pihaknya mencium banyaknya kasus dugaan korupsi di Provinsi Banten.
Pernyataan itu dikuatkan aktivis Jaringan Warga untuk Reformasi (Jawara) Banten, Dahnil Anzar yang mengungkapkan, ada sekitar 1.800 kasus di Provinsi Banten yang telah dilaporkan ke KPK.
"Dari tahun 2003, ada 1. 800 kasus dugaan korupsi di Banten. Seluruhnya sudah dilaporkan ke KPK, karena kelompok civil society (masyarakat madani) di Banten tidak percaya aparatatur hukum yang lain," kata Dahnil di Jakarta, Minggu (22/12/2013).
Dahnil menjelaskan, sebagian besar kasus korupsi yang berlangsung di provinsi yang dipimpin Gubernur Ratu Atut Chosiyah terhitung masih primitif. Sebab, terang dia, model korupsi itu berkutat pada pemotongan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sebab itu praktek korupsi yang terbilang masih menggunakan pola lama itu terbilang mudah diungkap.

"Masih proyek APBD, jadi tidak canggih seperti korupsi kebijakan," kata Dahnil.
 Dahnil menyatakan, praktik dugaan korupsi yang begitu banyak di Banten juga ditengarai melibatkan dinasti Ratu Atut Chosiyah. Mengingat kerabat Ratu Atut banyak menguasai jabatan strategis di pemerintahan provinsi, kabupaten hingga kota.

 "Kasus korupsi yang terjadi itu seperti infrastruktur, hibah atau alat kesehatan Karakteristiknya itu monopooli oleh dinasti Atut," kata Dahnil.

Dahnil menambahkan, banyaknya dugaan korupsi di Banten ini tentu membuat masyarakat Banten jauh dari sejahtera. Padahal Banten memiliki anggaran cukup besar Terlebih tujuan didirikannya Provinsi Banten yang sebelumnya bernaung dibawah Jawa Barat adalah untuk memperkecil kesenjangan antara kabupaten. Ironisnya, jarak kesenjangan itu makin lebar setelah Banten berpisah dari provinsi Jawa Barat.

"Kami (Banten) punya anggaran besar tapi fakta sosialnya menyediihkan. Misalkan Kabupaten Lebak dan Pandeglang makin tertinggal. 62 persen jalan rusak," kata Dahnil. Kondisi ini sangat disesalkan.

Pasalnya, Provinsi Banten sejatinya memiliki kapasitas fiskal yang baik. Namun hal itu tidak sejalan dengan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan di Banten. Akan tetapi kata Dahnil, masyarakat Banten terpaksa dihadapkan pada gaya hidup Ratu Atut selaku Gubernur yang dinilai tidak peka dengan situasi dan kondisi di wilayah yang dipimpinnya.

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar